CINTA slalu SETIA pd HATI, tak peduli betapa hebat LOGIKA. Tp kamu harus tahu kapan tuk gunakan logika agar hatimu tak trs TERLUKA.

Selasa, 20 November 2012

Contoh Novel

 PERSAHABATAN

Pagi hari saat aku terbangun tiba-tiba ada seseorang memanggil namaku. Aku melihat keluar. Ivan temanku sudah menunggu diluar rumah kakekku dia mengajakku untuk bermain bola basket.“Ayo kita bermain basket ke lapangan.” ajaknya padaku. “Sekarang?” tanyaku dengan sedikit mengantuk. “Besok! Ya sekarang!” jawabnya dengan kesal.“Sebentar aku cuci muka dulu. Tunggu ya!”, “Iya tapi cepat ya” pintanya.Setelah aku cuci muka, kami pun berangkat ke lapangan yang tidak begitu jauh dari rumah kakekku.“Wah dingin ya.” kataku pada temanku. “Cuma begini aja dingin payah kamu.” jawabnya.Setelah sampai di lapangan ternyata sudah ramai. “Ramai sekali pulang aja males nih kalau ramai.” ajakku padanya. “Ah! Dasarnya kamu aja males ngajak pulang!”, “Kita ikut main saja dengan orang-orang disini.” paksanya. “Males ah! Kamu aja sana aku tunggu disini nanti aku nyusul.” jawabku malas. “Terserah kamu aja deh.” jawabnya sambil berlari kearah orang-orang yang sedang bermain basket.“Ano!” seseorang teriak memanggil namaku. Aku langsung mencari siapa yang memanggilku. Tiba-tiba seorang gadis menghampiriku dengan tersenyum manis. Sepertinya aku mengenalnya. Setelah dia mendekat aku baru ingat. “Bella?” tanya dalam hati penuh keheranan. Bella adalah teman satu SD denganku dulu, kami sudah tidak pernah bertemu lagi sejak kami lulus 3 tahun lalu. Bukan hanya itu Bella juga pindah ke Bandung ikut orang tuanya yang bekerja disana. “Hai masih ingat aku nggak?” tanyanya padaku. “Bella kan?” tanyaku padanya. “Yupz!” jawabnya sambil tersenyum padaku. Setelah kami ngobrol tentang kabarnya aku pun memanggil Ivan. “Van! Sini” panggilku pada Ivan yang sedang asyik bermain basket. “Apa lagi?” tanyanya padaku dengan malas. “Ada yang dateng” jawabku. “Siapa?”tanyanya lagi, “Bella!” jawabku dengan sedikit teriak karena di lapangan sangat berisik. “Siapa? Nggak kedengeran!”. “Sini dulu aja pasti kamu seneng!”. Akhirnya Ivan pun datang menghampiri aku dan Bella.Dengan heran ia melihat kearah kami. Ketika ia sampai dia heran melihat Bella yang tiba-tiba menyapanya. “Bela?” tanyanya sedikit kaget melihat Bella yang sedikit berubah. “Kenapa kok tumben ke Jogja? Kangen ya sama aku?” tanya Ivan pada Bela. “Ye GR! Dia tu kesini mau ketemu aku” jawabku sambil menatap wajah Bela yang sudah berbeda dari 3 tahun lalu. “Bukan aku kesini mau jenguk nenekku.” jawabnya. “Yah nggak kangen dong sama kita.” tanya Ivan sedikit lemas. “Ya kangen dong kalian kan sahabat ku.” jawabnya dengan senyumnya yang manis.Akhinya Bella mengajak kami kerumah neneknya. Kami berdua langsung setuju dengan ajakan Bela. Ketika kami sampai di rumah Bela ada seorang anak laki-laki yang kira-kira masih berumur 4 tahun. “Bell, ini siapa?” tanyaku kepadanya. “Kamu lupa ya ini kan Dafa! Adikku.” jawabnya. “Oh iya aku lupa! Sekarang udah besar ya.”. “Dasar pikun!” ejek Ivan padaku. “Emangnya kamu inget tadi?” tanyaku pada Ivan. “Nggak sih!” jawabnya malu. “Ye sama aja!”. “Biarin aja!”. “Udah-udah jangan pada ribut terus.” Bella keluar dari rumah membawa minuman. “Eh nanti sore kalian mau nganterin aku ke mall nggak?” tanyanya pada kami berdua. “Kalau aku jelas mau dong! Kalau Ivan tau!” jawabku tanpa pikir panjang. “Ye kalau buat Bella aja langsung mau, tapi kalau aku yang ajak susah banget.” ejek Ivan padaku. “Maaf banget Bell, aku nggak bisa aku ada latihan nge-band.” jawabnya kepada Bella. “Oh gitu ya! Ya udah no nanti kamu kerumahku jam 4 sore ya!” kata Bella padaku. “Ok deh!” jawabku cepat.Saat yang aku tunggu udah dateng, setelah dandan biar bikin Bella terkesan dan pamit keorang tuaku aku langsung berangkat ke rumah nenek Bella. Sampai dirumah Bella aku mengetuk pintu dan mengucap salam ibu Bella pun keluar dan mempersilahkan aku masuk. “Eh ano sini masuk dulu! Bellanya baru siap-siap.” kata beliau ramah. “Iya tante!” jawabku sambil masuk kedalam rumah. Ibu Bella tante Vivi memang sudah kenal padaku karena aku memang sering main kerumah Bella. “Bella ini Ano udah dateng” panggil tante Vivi kepada Bella. “Iya ma bentar lagi” teriak Bella dari kamarnya. Setelah selesai siap-siap Bella keluar dari kamar, aku terpesona melihatnya. “Udah siap ayo berangkat!” ajaknya padaku.Setelah pamit untuk pergi aku dan Bella pun langsung berangkat. Dari tadi pandanganku tak pernah lepas dari Bella. “Ano kenapa? Kok dari tadi ngeliatin aku terus ada yang aneh?” tanyanya kepadaku. “Eh nggak apa-apa kok!” jawabku kaget.Kami pun sampai di tempat tujuan. Kami naik ke lantai atas untuk mencari barang-barang yang diperlukan Bella. Setelah selesai mencari-cari barang yang diperlukan Bella kami pun memtuskan untuk langsung pulang kerumah. Sampai dirumah Bella aku disuruh mampir oleh tante Vivi. “Ayo Ano mampir dulu pasti capek kan?” ajak tante Vivi padaku. “Ya tante.” jawabku pada tante Vivi.Setelah waktu kurasa sudah malam aku meminta ijin pulang. Sampai dirumah aku langsung masuk kekamar untuk ganti baju. Setelah aku ganti baju aku makan malam. “Kemana aja tadi sama Bella?” tanya ibuku padaku. “Dari jalan-jalan!” jawabku sambil melanjutkan makan. Selesai makan aku langsung menuju kekamar untuk tidur. Tetapi aku terus memikirkan Bella. Kayanya aku suka deh sama Bella. “Nggak! Nggak boleh aku masih kelas 3 SMP, aku masih harus belajar.” bisikku dalam hati.Satu minggu berlalu, aku masih tetap kepikiran Bella terus. Akhirnya sore harinya Bella harus kembali ke Bandung lagi. Aku dan Ivan datang kerumah Bella. Akhirnya keluarga Bella siap untuk berangkat. Pada saat itu aku mengatakan kalau aku suka pada Bella.“Bella aku suka kamu! Kamu mau nggak kamu jadi pacarku” kataku gugup.“Maaf ano aku nggak bisa kita masih kecil!” jawabnya padaku. “Kita lebih baik Sahabatan kaya dulu lagi aja!”Aku memberinya hadiah kenang-kenangan untuknya sebuah kalung. Dan akhirnya Bella dan keluarganya berangkat ke Bandung. Walaupun sedikit kecewa aku tetap merasa beruntung memiliki sahabat seperti Bella. Aku berharap persahabatan kami terus berjalan hingga nanti.

Macam-macam Gaya Penulisan Buku (novel) Indonesia

Indonesia merupakan lahan yang subur untuk para penulis buku (sastra). Di wilayah ini, buku sangat dihargai, oleh karena itu maka bertumbuhan pula para penulis buku. Hal ini berbanding lurus dengan naiknya jumlah penggemar buku, khususnya novel karya negeri. Tidak heran jika sekarang banyak novelis yang melebihi ketenaran pejabat atau elit politik, bahkan mereka memiliki status di kehidupan nyata dan tentunya harta yang ‘lumayan’ berlimpah.
Para novelis Indonesia memiliki ciri khas masing-masing dalam penulisan buku. Berikut adalah beberapa gaya penulisan yang laris di pasaran Indonesia.
1. Asal ceplos – Raditya Dika
Gaya penulisan asal ceplos dan apa adanya ini dipopulerkan oleh Raditya Dika. Berawal dari sebuah blog yang isinya tentang kehidupan sehari-harinya Bang Radit (panggilan akrab Raditya Dika) yang mengisahkan kekonyolan dan ditulis dalam bahasa apa adanya asal ceplos. Blog ini akhirnya dijadikan buku dan menjadikan pelecut bagi penulis-penulis lainnya untuk mengikuti gaya tulisan Bang Radit- Asal ceplos.
2.Hiperbolik Parodi – Andrea Hirata
Beberapa tahun lalu masyarakat pembaca buku Indonesia digegerkan dengan lahirnya novel ‘Laskar Pelangi’ atau disingkat LP. Novel karya Andre Hirata ini menyuguhkan kalimat-kalimat deskriptif yang mengumbar kalimat dan pencitraaan yang hiperbolis. Contohnya tentang teman kecilnya, Lintang yang digambarkan sangat pandai berhitung dan calon profesor matematika pertama dari Belitong.
3.Islami – Asma Nadia
Sedikit subjektif memang jika menilik pernyataan di atas. Namun dengan jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim maka tak menjadikan keheranan pula jika novel islami macam penulis Asma Nadia, Habiburrahman El-Shirazy dan Salim A Fillah tenar di kalangan pembaca. Mereka umumnya memiliki penggemar dari pembaca muslim.
4.Ringan – Dewi Lestari
Dee. Nama pena dari Dewi Lestari. Melalui novelnya ‘Perahu Kertas’ yang meledak beberapa tahun lalu, Dee menulis dengan gaya bahasanya sendiri. Sederhana dan ringan untuk dibaca berbagai kalangan. Bahasanya mengalir namun tak asal jadi dan tidak terlalu berat juga untuk pembaca pemula.
Sebenarnya masih banyak gaya penulisan novel yang ada di Indonesia, namun yang ditulis di sini adalah contoh-contoh berdasar dari penulis yang dikenal akrab oleh para masyarakat pembaca Indonesia. Jadi, mana gaya yang paling kamu sukai?

Perkembangan NOVEL

Perkembangan Novel Indonesia
Ketika kita membahas masalah perkembangan sastra Indonesia, bayangan kita seringkali tertuju pada angkatan-angkatan sastra Indonesia, seperti angkatan 1920-an atau disebut juga angkatan Balai Pustaka; angkatan 1933, yang disebut juga angkatan Pujangga Baru; angkatan 1945 yang disebut angkatan Pendobrak, dan angakatn 1966 atau disebut juga angkatan Orde Lama.
Angkatan 1920-an identik dengan novel Marah Rusli berjudul Siti Nurbaya; angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya Sutan Takdir Alisahbana (dalam bidang prosa) dan Amir Hamzah (bidang puisi). Angjatan 1945 dengan tokoh sentralnya, Chairil Anwar dengan puisi-puisinya yang sangat monumental berjudul Aku. Angkatan 1966 dengan tokoh centralnya Dr. Taufik Ismail dengan kumpulan puisinya berjudul Tirani dan Benteng.
Pembagian angkatan seperti itu dikemukakan oleh Hans Bague Jassin (H.B. Jassin), seorang ahli sastra Indonesia yang sering disebut-sebut sebagai Paus Sastra Indonesia. Tentu boleh-boleh saja kita setuju dengan pembagian seperti itu, apalagi memang kepakaran H.B. Jassin dalam mengapresiasi sastra Indonesia cukup mumpuni. Tetapi yang lebih penting kita ketahui adalah bahwa sastra Indonesia dari masa ke masa mengalami perkembangan.
Menarik untuk diperhatikan bahwa perkembangan sastra Indonesia berbanding lurus dengan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan formal, dimulai tahun 1900-an, yaitu ketika penjajah Belanda membolehkan bangsa boemi poetra (sebutan untuk orang Indonesia oleh Belanda) memasuki pendidikan formal. Tentu saja pendidikan formal saat itu adalah milik penjajah Belanda.
Karena genre sastra terdiri dari tiga bentuk (yaitu puisi, prosa, dan drama), maka ada baiknya kita menganalisis perkembangan genre sastra ini dari tiga bentuk itu. Dengan demikian, dalam pembelajaran ini Anda akan menganalisis perkembangan puisi, prosa, dan drama dalam lingkup sastra Indonesia.
Seiring dengan perkembangan puisi, prosa Indonesia pun berkembang pula. Seperti puisi, prosa pun mengenal prosa lama dan prosa baru atau prosa modern. Prosa lama bersifat anonim; dengan penjenisannya meliputi dongeng, hikayat, fabel, sage. Sedangkan prosa baru, dengan diukur dari panjang pendeknya, meliputi cerpen, novelet, dan novel/roman.
Prosa Indonesia baru pun mulai muncul tahun 1920-an, dengan ditandai munculnya novel monumental berjudul Siti Nurbaya, buah karya Marah Rusli. Lalu zaman Pujangga Baru muncul pula Sutan Takdir Alisjahbana dengan roman berjdul Layar Terkembang. Lalu, menjelang kemerdekaan muncul Armiyn Pane yang menulis novel Belenggu yang dianggap novel modern pada zamannya.
Tahun 1945 perlu dicatat nama Idrus sebagai prosaic cerpen. Buku kumpulan cerpennya Dari Ave Maria ke Jalan Lain Ke Roma menjadi buku yang cukup terkenal. Selain itu juga novel singkat yang digarap dengan nada humor berjudul Aki.
Tahun 1949 muncul novel karya Achdiat Karta Miharja berjudul Atheis. Atheis termasuk novel yang cukup berhasil karena hamir semua unsurnya menonjol dan menarik unuk dibaca. Dengan mengambil latar Pasundan berhasil mengangkat sebuah tema terkikisnya sebuah kepercayaan keagamaan. Hasan, tokoh utama dalam novel ini, adalah orang yang 180 derajat berbalik dari taat beragama tiba-tiba menjadi seorang yang atheis karena pengaruh pergaulannya dengan Rusli dan Anwar yang memang berpaham komunis.
Tahun 1955 muncul cerpen yang sangat terkenal, berjudul Robohnya Surau Kami, buah karya Ali Akbar Navis (lebih dikenal dengan A.A. Navis). Cerpen ini sarat dengan kritik sosial menyangkut kesalahan orang dalam menganut agama. Navis nambapknya ingin mendobrak paham keagamaan masyarakat Indonesia yang mengira beribadah hanyalah sekedar melaksanakan shalat, puasa, atau mengaji Quran; sedangkan kegiatan lain di luar ibdah formal, sepertimencari nafkah, peduli pada sesama dan alam dibaikan. Lewat tokoh Haji Shaleh yang tiba-tiba masuk neraka karena ulahnya di dunia yang mengabaikan kepentingan keluarga.
Tahun 1968 muncul novel berjudul Merahnya Merah, garapan Iwan Simatupang, sebuah novel yang cukup absurd, terutama dalam hal gaya bercerita. Namun demikian, novel ini banyak memperoleh pujian dan sorotan para kritikus sastra, baik dalam maupun luar negeri.
Tahun 1975 nuncul novel Harimau! Harimau!, buah karya Mochtar Lubis, menceritakan tentang tujuh orang pencari damar yang berada di tengah sutan selama seminggu. Mereka adalah Pak Haji, Wak Katok, Sutan, Talib, Buyung, Sanip dan Pak Balam. Di tengah hutan itu mereka berhadapan dengan seekor harimau yang tengah mencari mangsa. Empat orang di antara tujuh orang itu (Pak Balam, Sutan, Talib, dan Pak Haji). Kecuali Pak Haji yang meinggal karena tertembak senapan Wak Katok, tiga yang lalinnya meninggal karena diterkam Harimau.
Haimau! Harimau! Sarat dengan pesan moral, yaitu bahwa setiap manusia harus mengakui dosanya agar terbebas dari bayang-bayang ketakutan. Pak Balam, orang yang pertama terluka karena diterkam harimau, mengakkui dosa-dosanya di masa muda, dan menyuruh para pendamar yang lain juga mengakui dosa-dosanya. Semua memang mengakui, hanya Wak Katok yang enggan mengakuinya.
Tahun 1982, muncul novel Ronggeng Dukuh Paruk, karya Ahmad Tohari, sebuah novel yang berhasil mendeskripsikan adat orang Jawa, khususnya Cilacap.
Tahun 1990, Ramadhan K.H. menulis novel berjudul Ladang Perminus, sebuah novel yang mengisahkan tentang korupsi di tubuh Perusahaan Minyak Nusantara (Perminus). Novel ini seolah-olah menelanjangi tindakan korupsi di tubuh Pertamina, sebagai perusahaan pertambanyak minyak nasional.
Dan novel paling mutakhir adalah Saman, 1998, karya Ayu Utami. Ayu Utami termasuk novelis yang membawa pembaharuan dalam perkembangan novel Indonesia. Dalam Saman, Ayu Utami tidak sungkan-sungkan membahas masalah seks, sesuatu yang di Indonesia dianggap kurang sopan untuk diungkap. Tapi mungkin zamannya sudah berubah, kini masalah sesks sudah bukan merupakan hal yang tabu untuk diungkapkan. Ironis, bahwa yang mengungkap secara detail dan sedikit jorok dalam nobvel ini adalah justru seorang wanita, Ayu Utami.
Dan untuk tahun 2000-an ini, tepatnya tahun 2003 yang baru silam, telah terbit novel termuda, dari penulis termuda pula yang menulis novel berjudul Area X, sebuah novel futurisktik tentang Indonesia tahun 2048, mengenai deribonucleic acid dan makhlluk ruang angkasa. Novel ini ditulis oleh Eliza Vitri Handayani, seorang siswi kelas 2 SMA Nusantara Magelang, sebuah SMA favorit di Indonesia.
Begitulah perkembangan genre sastra prosa di Indonesia.
Novel merupakan salah satu karya sastra yang tidak asing lagi bagi kita. Sejarahnya, novel hadir sebagai alat untuk merepresentatifkan kehidupan manusia yang tertuang dalam karya fiksi. Lalu yang jadi pertanyaan adalah bagaimana perkembangan novel dari masa ke masa, terutama novel Indonesia.
Ketika kita membahas masalah perkembangan sastra Indonesia, bayangan kita seringkali tertuju pada angkatan-angkatan sastra Indonesia, seperti angkatan 1920-an atau disebut juga angkatan Balai Pustaka; angkatan 1933, yang disebut juga angkatan Pujangga Baru; angkatan 1945 yang disebut angkatan Pendobrak, dan angakatn 1966 atau disebut juga angkatan Orde Lama.
Angkatan 1920-an identik dengan novel Marah Rusli berjudul Siti Nurbaya; angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya Sutan Takdir Alisahbana (dalam bidang prosa) dan Amir Hamzah (bidang puisi). Angjatan 1945 dengan tokoh sentralnya, Chairil Anwar dengan puisi-puisinya yang sangat monumental berjudul Aku. Angkatan 1966 dengan tokoh centralnya Dr. Taufik Ismail dengan kumpulan puisinya berjudul Tirani dan Benteng.
Pembagian angkatan seperti itu dikemukakan oleh Hans Bague Jassin (H.B. Jassin), seorang ahli sastra Indonesia yang sering disebut-sebut sebagai Paus Sastra Indonesia. Tentu boleh-boleh saja kita setuju dengan pembagian seperti itu, apalagi memang kepakaran H.B. Jassin dalam mengapresiasi sastra Indonesia cukup mumpuni. Tetapi yang lebih penting kita ketahui adalah bahwa sastra Indonesia dari masa ke masa mengalami perkembangan.
Menarik untuk diperhatikan bahwa perkembangan sastra Indonesia berbanding lurus dengan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan formal, dimulai tahun 1900-an, yaitu ketika penjajah Belanda membolehkan bangsa boemi poetra (sebutan untuk orang Indonesia oleh Belanda) memasuki pendidikan formal. Tentu saja pendidikan formal saat itu adalah milik penjajah Belanda.
Karena genre sastra terdiri dari tiga bentuk (yaitu puisi, prosa, dan drama), maka ada baiknya kita menganalisis perkembangan genre sastra ini dari tiga bentuk itu. Dengan demikian, dalam pembelajaran ini Anda akan menganalisis perkembangan puisi, prosa, dan drama dalam lingkup sastra Indonesia.
Dari masa ke masa
Pada pertengahan abad ke-19, Abdullah bin Abdulkadir Munsyi telah meletakkan dasar-dasar penulisan prosa dengan teknik bercerita yang disandarkan pada pengumpulan data historis yang bertumpu pada lawatan-lawatan biografls. Akan tetapi, karya prosa yang diakui menjadi karya pertama yang memenuhi unsur-unusr struktur sebuah novel modern baru benar-benar muncul di awal abad ke-20. Novel yang dimaksud adalah novel karya Mas Marco Kartodikromo dan Merari Siregar. Sementara itu, tahun 1920 dianggap sebagai tahun lahirnya kesusastraan Nasional dengan ditandai lahirnya novel Azab dan Sengsara. Pada masa awal abad ke-20, begitu banyak novel yang memiliki unsur wama lokal. Novel-novel tersebut, antara lain Salah Asuhan, Siti Nurbaya, Sengsara Membawa Nikmat, Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, Kalau Tak Untung, Harimau! Harimau!, Pergolakan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sementara itu, novel Belenggu karya Armjn Pane, hingga saat ini lazim dikatakan sebagai tonggak munculnya novel modern di Indonesia.
Dari waktu ke waktu, novel terus mengalami perkembangan. Masing-masing novel tersebut mewakili semangat dari setiap zaman di mana novel itu muncul. Di awal tahun 2000 muncul jenis novel yang dikatakan sebagai chicklit, teenlit,dan metropop. Ketiga jenis tersebut sempat dianggap sebagai karya yang tidak layak disejajarkan dengan karya sastra pendahulu mereka oleh kelompok-kelompok tertentu. Di antara karya-karya tersebut yang tergolong ke dalam jajaran best seller, antara lain Cintapuccino karya Icha Rahmanti, Eiffel I’m In Love karya Rahma Arunita, Jomblo karya Aditya Mulya, dan lain sebagainya. Akan tetapi, walau bagaimana pun juga, seperti yang telah dikemukakan di awal, setiap karya sastra mewakili zaman tertentu. Begitu juga dengan karya-karya tersebut yang kini berdampingan kemunculannya bersama Supernova karya Dee, Dadaisme karya Dewi Sartika, Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, 5 cm karya Donny Dhirgantoro, dan novel-novel terbaru lainnya yang memiliki kekuatan serta pembaca sasaran masing-masing.
Sebelum Balai Pustaka
Lalu, bagaimana perkembangan novel Indonesia Sebelum Balai Pustaka? sebelum berdirinya Balai Pustaka, tahun 1917. Sejauh kepustakaan yang dapat dirunut, terbukti belum pernah ada ahli atau -pengamat kesusastraan Indonesia yang berusaha mengungkap khazanah kesusastraan sebelum Balai Pustaka tersebut, secara menyeluruh dan khusus. Seandainya pun pernah ada yang melakukan, rata-rata terbatas pada topik-topik yang sangat spesifik. Dalam hubungan ini pantas disebut, misalnya, penelitian yang lebih dari memadai yang pernah dilakukan oleh Claudine Salmon, berjudul Literature in Malay bz the Chinese of Indonesia: A Provisional Annotated Bibliography (1981), atau yang dilakukan oleh no Joe Lan dengan bukunya Sastera
Indonesia-Tionghoa, atau seperti juga yang dilakukan oleh John B. Kwee dengan disertasinya berjudul Chinese Maley Literature of the Peranakan Chinese in Indonesia 1880-1942 (1977). Ketiga peneliti tersebut jelas sekali hanya mengkhususkan pembicaraannya pada khazanah kesusastrann yang ditulis oleh pengarang Peranakan Cina.
Peneliti lain yang pernah mencoba menunjukkan khazanah kesusastraan Indonesia dari sisi yang lain hampir-hampir belum pernah ada, dan masih sangat sedikit, Dari yang sedikit ini, tampak hanya Pramoedya Ananta Toer yang cukup mempunyai perhatian, khususnya dalam mengungkap khazanah novel sebelum Balai Pustaka yang ditulis oleh pribumi atau peranakan Eropa. Dua buah buku Pramoedya yang masing-masing berjudul Tempo Doeloe (19E2) dan Sang Pemu1a (19P5), menunjukkan perhatiannya itu.
Dalam hubungan ini perlu di jelaskan sedikit bahwa sebenarnya ada beberapa ahli yang mempunyai cukup perhatian mengenai khazanah kesusastraan Indonesia sebelum Balai Pustaka yang melihat tidak hanya sesisi saja. Hanya sayang sekali, para ahli tersebut agaknya belum melakukan penelitian yang mendalam, sehingga mereka pada umumnya hanya dapat menuliskannya dalam bentuk artikel kecil di sebuah majalah. Di antara para ahli yang sedemikian itu, dapat disebutkan disini misalnya C.W. Watson dalam “Some Preliminary
Remarks on the Antecedents of Modern Indonesian Literature” (dalam Bra, 1971), W.Q. Sykorsky dalam “Some Additional Remarks on the Antecedents of Modern Indonesian literature” 1980), dan beberapa tulisan Jakob Sumardjo yang tersebar di berbagai penerbitan.
Penelitian ini setidaknya ingin melengkapi atau ingin mengungkap khazanah kesusastraan Indonesia sebelum Balai Pustaka itu, secara menyeluruh dan 1engkap, yang tentu saja bertolak dari data-data yang berhasil diperoleh dan di temukan selama dilangsungkannya penelitian yang enam bulan ini.
Novel Modern
Ada perkembangan menarik dalam penulisan novel di negeri ini. Bukan saja masalah berapa ratus judul per bulan jika dibandingkan dengan beberapa tahun yang lampau, melainkan juga apa yang novel-novel tersebut kisahkan. Ada berbagai tema mulai perempuan, seks, sains, sejarah, agama, spiritual, sosial, etnis, hingga politik. Perkembangan pilihan tema itu tentu tidak lepas dari hal-hal di luar masalah penulisan novel itu sendiri. Perkembangan itu tak lain dari risiko perkembangan pemikiran manusia saat ini yang semakin hari semakin spesifik.
Keinginan untuk memasukkan berbagai hal dalam novel ini dengan melihat perkembangan masalah dalam masyarakat mulai menarik perhatian dan penting untuk diperhatikan. Kecenderungan kontemporer ini antara lain direspons dalam novel d.I.a., Cinta dan Presiden karya Noorca M Massardi. Seorang budayawan, penulis, dan jurnalis kawakan.
By:  http://achyar89.wordpress.com/2009/01/13/perkembangan-novel-indonesia/